aku adalah cahaya paling redup di hidupmu. tak pernah menerangi jalan-jalan yang kau tapaki. aku tak terlihat diantara gemerlap anggunmu, tak pernah terlihat mengisi kekosonganmu. tak pernah menjadi penunjuk arahmu. tak akan pernah menjadi lentera hatimu.
aku adalah cahaya yang tak pernah ada. sekali lagi tak pernah ada. meskipun aku ini ada. sedangkan aku tak pernah terlihat sebagai cahaya di matamu, entah sebagai apa.
aku adalah cahaya yang terlalu lama menunggu. hingga tak pernah lagi mampu membaca wajahmu. tak sanggup lagi merenda bau tubuhmu. dan tak akan pernah samapai pada keheningan nafasmu.
aku adalah cahaya yang bukan cahaya. yang selalu temaram. menjadi buram dan kelam. bahkan kau tak tahu disini ada aku yang mengirimimu do'a malam-malam.
aku adalah cahaya yang selalu kau hindari. karena aku bukan cahaya matahari. yang membikinmu tak pernah berhenti :menari, sesuka hatimu.dan aku aku adalah cahaya diantara sejuta cahaya yang mengelilingimu. menantikan remahan katamu jatuh. lalu kami lumuri dengan harapan : agar selalu kau lihat.
aku adalah pendar cahaya yang paling redup. yang tak pernah kau anggap hidup.
kita adalah perbincangan yang tak pernah usai. terlalu panjang dan tak akan selesai. meskipun bait-bait telah kau susun dan ayat demi ayat kau taburkan di pikiranku, aku tak pernah sanggup mengeja baris-baris kata-katamu. sedangkan kita masih disini, menelan cuaca dan angin sembari menunggu percakapan kita terburai.
"....aku tak akan pernah tertambat pada satu dermaga, sedang ombak menawarkan aku begitu banyak interupsi dan ruang-ruang di geladak kapalmu tak ayal sebagai persinggahanku,.."
I.
aku justru tertegun, di desiran angin yang membawaku padamu
sedang aku selalu lupa pada serak wajahmu yang mengabur
II.
aku justru heran, aku tak pernah sampai pada keputusanku sendiri
sedang aku juga selalu menafikkan dimana aku harus pulang
III.
aku tak pernah paham, badai apa yang kuhadang malam-malam bersamamu
hingga, tubuh ini penuh gigil dan mulut kita pernah bisa terbuka
IV.
aku tak pernah sampai, di dermaga yang kau janjikan
meskipun ribuan isyarat telah kau kirimkan lewat kabu-kabut
V.
aku tak pernah lagi, tertambat pada satu dermaga
karena ombak menawarkanku begitu banyak interupsi
sedang kita tak pernah bertemu di sisi panatai yang sama.
I.
aku justru tertegun, di desiran angin yang membawaku padamu
sedang aku selalu lupa pada serak wajahmu yang mengabur
II.
aku justru heran, aku tak pernah sampai pada keputusanku sendiri
sedang aku juga selalu menafikkan dimana aku harus pulang
III.
aku tak pernah paham, badai apa yang kuhadang malam-malam bersamamu
hingga, tubuh ini penuh gigil dan mulut kita pernah bisa terbuka
IV.
aku tak pernah sampai, di dermaga yang kau janjikan
meskipun ribuan isyarat telah kau kirimkan lewat kabu-kabut
V.
aku tak pernah lagi, tertambat pada satu dermaga
karena ombak menawarkanku begitu banyak interupsi
sedang kita tak pernah bertemu di sisi panatai yang sama.
"sedangkan, masih banyak jarak yang terselip diantara intonasi dan nada suara kita, dan
sudah terlalu lama kita tak pernah sampai pada satu tujuan..."
"sementara sudah terlalu lama kita berdiri di sisi yang salah, sedangkan nafas kita tinggal seperempat hari lagi"
"kalau saja kemarin kita buka percakapan ini dengan kalimat peribahasa, kita tak perlu lagi memburu majas-majas yang berlarian di antara sela-sela perdebatan kita"
"lalu, apa yang kuharapkan lagi dari pertemuan ini selain pertanyaan baru?"
sudah terlalu lama kita tak pernah sampai pada satu tujuan..."
"sementara sudah terlalu lama kita berdiri di sisi yang salah, sedangkan nafas kita tinggal seperempat hari lagi"
"kalau saja kemarin kita buka percakapan ini dengan kalimat peribahasa, kita tak perlu lagi memburu majas-majas yang berlarian di antara sela-sela perdebatan kita"
"lalu, apa yang kuharapkan lagi dari pertemuan ini selain pertanyaan baru?"
"mana mungkin aku kembali, ribuan jejak sudah ku hapus kemarin,
yang tersisa kini hanya sebatas jarak,..."
; kita sebenarnya sama sekali tak tahu, seberapa jauh kita dari yang kita inginkan...
atau seberapa dekat kita dengan yang kita tinggalkan. atau berapa hari atau hanya sepenggal musim kita sudah berjalan? selebihnya hanyalah kesalahan kita sendiri, menuai hasil dari perjalanan kita.
antara yang tertempuh, belum tertempuh dan yang tak tertempuh adalah samar.
antara keadaan, hasrat dan nafsu adalah sejengkal jarak.
antara mimpi, cita-cita dan harapan adalah kemiripan.
sedangkan, antara kita, mereka dan dia adalah perbedaan.
di perbatasan ini, mataku berdiri. menangkap setiap pecahan cerita yang terlempar dari pertunjukkan hidup.di tengah perjalanan ini, aku berpikir. adakah keinginanku kutemui di ujung perjalanan ini.
yang tersisa kini hanya sebatas jarak,..."
; kita sebenarnya sama sekali tak tahu, seberapa jauh kita dari yang kita inginkan...
atau seberapa dekat kita dengan yang kita tinggalkan. atau berapa hari atau hanya sepenggal musim kita sudah berjalan? selebihnya hanyalah kesalahan kita sendiri, menuai hasil dari perjalanan kita.
antara yang tertempuh, belum tertempuh dan yang tak tertempuh adalah samar.
antara keadaan, hasrat dan nafsu adalah sejengkal jarak.
antara mimpi, cita-cita dan harapan adalah kemiripan.
sedangkan, antara kita, mereka dan dia adalah perbedaan.
di perbatasan ini, mataku berdiri. menangkap setiap pecahan cerita yang terlempar dari pertunjukkan hidup.di tengah perjalanan ini, aku berpikir. adakah keinginanku kutemui di ujung perjalanan ini.
yang kutawarkan hanya seberkas perbincangan, ketika kau datang.
selebihnya, mari kita sudahi saja tatapan mata curiga kita.
tapi, yang lebih kutakutkan ialah cara berpikirmu itu, yang menusuk-nusukku, menggeliat-geliat
seakan kau terus memburuku di tengah keramaian.
sepertinya kita sama-sama saling menyadari, bahwa kita sebenarnya tidak saling mengerti
apa tujuan kita disini. meskipun aku sadar, bahwa langkah kakimu yang kau seret-seret itu bukanlah maksudmu menunjukkan keenggananmu bertemu denganku.
atau barangkali kita bunuh saja satu persatu-satu ideologi-ideologi kita, hingga tak tersisa.
daripada semua itu membunuh kita lebih dahulu.
atau mungkin diantara kita memnag tak ada urusan yang lebih penting, daripada berdebat.
selebihnya, mari kita sudahi saja tatapan mata curiga kita.
tapi, yang lebih kutakutkan ialah cara berpikirmu itu, yang menusuk-nusukku, menggeliat-geliat
seakan kau terus memburuku di tengah keramaian.
sepertinya kita sama-sama saling menyadari, bahwa kita sebenarnya tidak saling mengerti
apa tujuan kita disini. meskipun aku sadar, bahwa langkah kakimu yang kau seret-seret itu bukanlah maksudmu menunjukkan keenggananmu bertemu denganku.
atau barangkali kita bunuh saja satu persatu-satu ideologi-ideologi kita, hingga tak tersisa.
daripada semua itu membunuh kita lebih dahulu.
atau mungkin diantara kita memnag tak ada urusan yang lebih penting, daripada berdebat.
selasar cahaya memenuhi belantara, menggetarkan rerimbunan, dan seolah mengakar sepi di lautan hamparan bintang
semua tampak begitu jelas, ketika hujan mengalirkan kehidupan,dan matahari
menciptakan harapan. bahwa manusia hadir untuk melindungi segenap alam.
sekalipun gemericik suara-suara alam itu masih terdengar, sekarang seolah sudah terlalu lama kita berdiam disini. sekedar memandang. dan tanpa berpikir. bagaimana meluruskan alam kembali?
sementara, bibir kita hanya siap berombak ketika suatu musibah menyapa kita.
dan kita tak pernah peduli bahwa alam juga punya hati, perasaan dan jiwa.
mungkin, kita sulit mengerti apakah arti kehidupan, alam, bumi dan tempat dimana kita tinggal dalam keberlangsungan hidup kita?
kini, semua pemandangan menyedihakan telah kita saksikan bersama-sama. setiap hari. bahkan setiap menit. kita sudah kehilangan tempat tinggal kita.
kecuali kita mau berubah.
sejauh manakah kita akan berubah? Hal itu akan menentukan nasib manusia di masa depan.
Translate By GoogleTranslate
meets wilderness corridor of light, vibrating grove, and as rooted in a sea of lonely stretch of the stars
all seems so obvious, as the rain poured life, and the sun
create hope. that human beings exist to protect the whole of nature.
though the rush of natural voices were still heard, it was too long as we stay here. just look. and without thinking. how natural re-align?
whereas, our lips are ready only when a disaster wavy greet us.
and we never care that nature also has a heart, feelings and soul.
possible, it is hard to understand what the meaning of life, nature, earth and the place where we live in our survival?
now, all the sights we have seen menyedihakan together. every day. even every minute. we've lost our homes.
unless we want to change.
Which as far as we are going to change? This will determine the fate of mankind in the future.
at the end of a light? clarity on the edge of the ocean's heart? or at the end of the long wait?
Where I have to find a way in the simplicity of thinking?
in the event curves? through the evening breeze? or in the rain droplets?
The more I looked, the more I did not find. and the more I am far from where I come from, I am increasingly difficult to return. the rest, I like the traveler who never found a way back and the road in front of him. The day, I was getting lost in the state, in the grove the issue, in the jungle of doubt, in the wilderness of exile, in the quiet hills, uninhabited house, the sun of darkness, in a murky mist.
forever. I can not go back. pick up the dream and reality the same for me now
Too quiet, when your eyes are cold through the space in my solitude. Perhaps, this is what I've hoped for. Or maybe, this is something that never even crossed my mind. Look, my body would not be able to sustain a drop of wisdom that came out of gracefully said you said. And I'm just biased silent.It never even looked at you, even once.
dew., too long I found the sun.moreover, my eyes no longer able to speak about the Your secret presenceso, I'm not able to carry pieces of Your blessings to the genuine gratitudeGod, I am exaggerating in calling your name?but, lower myself in terms of being in this world.I do not want to live any longer, if I'm just going to make you angry.but keep me in Your Kingdom with Your will, if I make you feel not in vain created me.because, only to You I ask for mercy and grace.
;hari-hari larut, ketika hati ini sibuk mencari tempat tumbuh, melupakan remahan waktu, sembari membukukan kenangan,
sudah sepekan, apa yang kita sebut perpisahan menjadi kenyataan. aku mulai gagap membicarakan segala hal yang menuliskan namamu. bahkan, sketsa wajahmu telah berhasil kehapus tadi pagi dengan keteguhan. untuk itu, aku pikir buat apa menyimpan pecahan-pecahan cerita yang telah ku susun beberapa bulan terakhir, hingga demikian panjangnya, hingga aku sulit mengeja satu persatu peristiwa, dan begitu detil. hari ini, tepatnya tadi pagi, telah ku gugurkan semua pikiranku tentangmu, tentang kita, tentang apa yang telah kita lalui. demi hatiku yang ingin sekedar menghirup napas dengan label tanpa dirimu
barangkali kau lupa, apa yang telah kita sepakati. kita bukan lagi sejumput rumput dan ilalang yang selalu berdampingan sekarang! bahkan kau sendiri yang memutuskan.
maka aku sangat kaget sekali, ketika hari ini kau mengatakan bahwa aku harus pulang lagi padamu, kembali memeluk janji yang minggu lalu kau sia-siakan, merobohkan keteguhanku tadi pagi, menyuruhku membuka lembaran baru, memaksamu mengikuti kemana kakimu menemukan jalan.
Uhf,..apalagi yang harus aku katakan, kecuali "aku tak sudi, perempuan". aku sudah cukup bermalam dimatamu yang sepi, dan sangat bosan dengan bibirmu yang tak memberiku senyum lagi, apalagi percakapan kita layaknya pertunjukan opera atau sebuah episode sinetron yang tak memiliki arti dan sia-sia.-sebenarnya kita sudah jauh, jauh lebih lama dari yang kita tahu-
"matamu, terlalu dingin untuk ku bawa mengarungi kehidupan, sudahlah pergilah menjauh, jangan lagi kau rangkai huruf-huruf namaku di hidupmu,...aku yakin dimana dermaga yang akan kau tuju, menjadi dermaga yang terakhir bagimu, selama itu aku kan berdoa di sela-sela perjalanku sendiri..."
;angin berhembus,..lebih dingin dari biasanya,...
dan kitapun terbawa oleh waktu,
Catatan : Terinspirasi dari sebuah serial FTV Berjudul "Seminggu, kita disini lagi"
sudah sepekan, apa yang kita sebut perpisahan menjadi kenyataan. aku mulai gagap membicarakan segala hal yang menuliskan namamu. bahkan, sketsa wajahmu telah berhasil kehapus tadi pagi dengan keteguhan. untuk itu, aku pikir buat apa menyimpan pecahan-pecahan cerita yang telah ku susun beberapa bulan terakhir, hingga demikian panjangnya, hingga aku sulit mengeja satu persatu peristiwa, dan begitu detil. hari ini, tepatnya tadi pagi, telah ku gugurkan semua pikiranku tentangmu, tentang kita, tentang apa yang telah kita lalui. demi hatiku yang ingin sekedar menghirup napas dengan label tanpa dirimu
barangkali kau lupa, apa yang telah kita sepakati. kita bukan lagi sejumput rumput dan ilalang yang selalu berdampingan sekarang! bahkan kau sendiri yang memutuskan.
maka aku sangat kaget sekali, ketika hari ini kau mengatakan bahwa aku harus pulang lagi padamu, kembali memeluk janji yang minggu lalu kau sia-siakan, merobohkan keteguhanku tadi pagi, menyuruhku membuka lembaran baru, memaksamu mengikuti kemana kakimu menemukan jalan.
Uhf,..apalagi yang harus aku katakan, kecuali "aku tak sudi, perempuan". aku sudah cukup bermalam dimatamu yang sepi, dan sangat bosan dengan bibirmu yang tak memberiku senyum lagi, apalagi percakapan kita layaknya pertunjukan opera atau sebuah episode sinetron yang tak memiliki arti dan sia-sia.-sebenarnya kita sudah jauh, jauh lebih lama dari yang kita tahu-
"matamu, terlalu dingin untuk ku bawa mengarungi kehidupan, sudahlah pergilah menjauh, jangan lagi kau rangkai huruf-huruf namaku di hidupmu,...aku yakin dimana dermaga yang akan kau tuju, menjadi dermaga yang terakhir bagimu, selama itu aku kan berdoa di sela-sela perjalanku sendiri..."
;angin berhembus,..lebih dingin dari biasanya,...
dan kitapun terbawa oleh waktu,
Catatan : Terinspirasi dari sebuah serial FTV Berjudul "Seminggu, kita disini lagi"
suara laut, seakan bergetar pada tubuhku membuka tabir-tabir yang belum pernah terbuka.
dan matamu terus memburuku seolah hari ini akan kulepas dirimu.
dan apa yang akan kita bicarakan pada keesokan hari(?).bahkan hari ini saja kita tak tahu apa yang kita bicarakan.lelah, menatap hari-hari ke depan yang seakan bukan untuk kita-sebenarnya tidak seperti itu-.lalu, matamu berbisik bahwa hari ini dan seterusnya kita bukan lagi sepasang kupu-kupu yang biasa hinggap di pekarangan rumah atau kebun-kebun, melainkan angin yang bertiup selama kita masih mau berjalan.
dulu, hiasan-hiasan yang kurenda di balik jubah cerita kita, sudah kuanggap akan menjadi abadi selama kita mau.tapi hari ini aku sadar, bahwa pagi yang begitu cerah bisa saja berubah mendung dan turun hujan.bahkan tak kan berhenti.lalu, apakah yang kau cari selama menyelami mataku hari-hari kemarin?.sudahlah, aku tak mau mengerti lagi bahwa beberapa perbedaan yang membuat kita menagis dan lemah, bahkan di saat-saat seperti ini.lebih baik menemukan jalan yang akan kita tuju selain menemukan matahari yang akan membawa kemana hati ini akan tumbuh.
rasanya lelah sekali,melihat dan mendengar percakapan-percakapan palsu kita bahkan ketika kita menganggap itu adalah sebuah hal yang nyata.dan aku pun tahu, kau pun juga tahu, mestinya kita tidak seperti itu.
:dan malam telah sunyi, ketika aku segera ingin pergi...
ingatkah dirimu ketika kita belajar mengeja rindu menjadi pertemuan?.atau mungkin kau sudah lupa.atau bahkan tak pernah mengingatnya.atau bahkan tak bernai mengingatnya.
Lebih lagi, ketika kau tanyakan darimana kudapatkan rindu ketika jarak memisahkan kita?mengapa kau tidak tanyakan saja darimana datangnya luka ketika dirimu menjelma sepi di tepian malam?
kini, akan kubiarkan kau berjalan diatas pikiranmu-bukan pikiranku- yang aku tak akan tahu akan membawamu kemana.entah sampai kapan aku tak akan tahu.dan saat ini juga, bahwa tidak ada jarak diantara kita kecuali apa yang kita sebut perpisahan.
Catatan : Terinspirasi dari sebuah serial FTV Berjudul "Seminggu, kita disini lagi"
dan matamu terus memburuku seolah hari ini akan kulepas dirimu.
dan apa yang akan kita bicarakan pada keesokan hari(?).bahkan hari ini saja kita tak tahu apa yang kita bicarakan.lelah, menatap hari-hari ke depan yang seakan bukan untuk kita-sebenarnya tidak seperti itu-.lalu, matamu berbisik bahwa hari ini dan seterusnya kita bukan lagi sepasang kupu-kupu yang biasa hinggap di pekarangan rumah atau kebun-kebun, melainkan angin yang bertiup selama kita masih mau berjalan.
dulu, hiasan-hiasan yang kurenda di balik jubah cerita kita, sudah kuanggap akan menjadi abadi selama kita mau.tapi hari ini aku sadar, bahwa pagi yang begitu cerah bisa saja berubah mendung dan turun hujan.bahkan tak kan berhenti.lalu, apakah yang kau cari selama menyelami mataku hari-hari kemarin?.sudahlah, aku tak mau mengerti lagi bahwa beberapa perbedaan yang membuat kita menagis dan lemah, bahkan di saat-saat seperti ini.lebih baik menemukan jalan yang akan kita tuju selain menemukan matahari yang akan membawa kemana hati ini akan tumbuh.
rasanya lelah sekali,melihat dan mendengar percakapan-percakapan palsu kita bahkan ketika kita menganggap itu adalah sebuah hal yang nyata.dan aku pun tahu, kau pun juga tahu, mestinya kita tidak seperti itu.
:dan malam telah sunyi, ketika aku segera ingin pergi...
ingatkah dirimu ketika kita belajar mengeja rindu menjadi pertemuan?.atau mungkin kau sudah lupa.atau bahkan tak pernah mengingatnya.atau bahkan tak bernai mengingatnya.
Lebih lagi, ketika kau tanyakan darimana kudapatkan rindu ketika jarak memisahkan kita?mengapa kau tidak tanyakan saja darimana datangnya luka ketika dirimu menjelma sepi di tepian malam?
kini, akan kubiarkan kau berjalan diatas pikiranmu-bukan pikiranku- yang aku tak akan tahu akan membawamu kemana.entah sampai kapan aku tak akan tahu.dan saat ini juga, bahwa tidak ada jarak diantara kita kecuali apa yang kita sebut perpisahan.
Catatan : Terinspirasi dari sebuah serial FTV Berjudul "Seminggu, kita disini lagi"
Jumat, 16 Oktober 2009
tulisan sederhana
3
komentar
seperti matahari yang terbenam, aku akan kembali dengan sempurna
seperti matahari yang terbenam, aku akan kembali dengan sempurna,
telah larut seberkas kenangan dalam
ribuan jalur yang mengalir di pikiranku,
hingga semuanya seakan perih,
dan memburu seluruh ingatanku,
begitu dalam,
seakan menusuk,
seperti matahari yang terbenam, aku akan kembali dengan sempurna,
lau, apakah diri ini akan sampai pada suatu tujuan?
telah larut seberkas kenangan dalam
ribuan jalur yang mengalir di pikiranku,
hingga semuanya seakan perih,
dan memburu seluruh ingatanku,
begitu dalam,
seakan menusuk,
seperti matahari yang terbenam, aku akan kembali dengan sempurna,
lau, apakah diri ini akan sampai pada suatu tujuan?
dulu, ketika aku berdiri diatas bukit-bukit
yang penuh dengan bunga,
mataku seakan tak pernah terpejam,
selalu memandang ke arah matahari dan awan-awan,
meskipun ku sadari,
hari itu akan berlalu singkat, sebelum aku
menemukan beberapa diantara bunga yang sedang ku pilih
: seolah hari demi hari telah berlalu begitu lama....
dan ku lihat angin sore waktu itu terlalu samar
untuk ku artikan menjadi bingkai dan lukisan
kejernihan hati, kedalaman pikiran dan kepekaan perasaan,
dan aku sadar bahwa aku tak sanggup untuk
meniupkan hujan diatas bunga-bunga -di perbukitan itu-
:ketika senja turun dan memanggilku dari kejauhan, aku baru saja bangun dari ke-tidakmengertian-ku dan malam selalu saja datang terlalu terburu-buru,...
dan biarlah hujan turun dan membasuh seluruh rongga di tanah dan
dan biarlah hujan turun dan membasuh seluruh rongga di tanah dan
rerumputan itu -sehingga akan kudapati- ketika malam
terus berlalu kan kupasang sebuah kelengkapan perjalanan
di tepi-tepi kesunian malam,
untuk menjemput matahari-dalam keraguan-
Senin, 18 Mei 2009
tulisan sederhana
1 komentar
hujan mengalir di matamu, dan aku hanya bisa terdiam,
apa yang bisa aku lakukan,
tidak ada
sama sekali tidak ada
ketika itu, (tahukah kau bahwa ada badai di tubuhku?)
wajahmu memucat, seperti embun
yang kulihat pagi tadi,
walaupun sekilas lembut,
tapi dingin,
dan aku juga tahu, itu menyimpan keppedihanmu,
(dan akhirnya suaramu tenggelam dalam nafasmu)
meski baru kusadari, lidahku kelu melihatmu membisu
dinding-dinding pipimu meremuk redam,
seolah kau telah lama sekali dalam kegelisahan
dan aku pun mengerti,
bahwa hitam di garis matamu itu,
telah lama kau simpan sendiri
; karena hujan-mu tak kunjung reda dan berakhir
mungkin,(hanya malam ini aku akan berkata seperti ini)
hanya dengan bau tubuhmu aku bisa tidur dengan tenang malam ini,
hanya dengan bau tubuhmu aku bisa tidur dengan tenang malam ini,
dan dengan sedikit sisa potongan kata-katamu yang terakhir,
hatiku akan terbawa mimpimu yang tenang.
(tapi apa yang bisa kulakukan untukmu, kasih?)
malam ini matamu begitu sayu,
dan aku tahu itu karena sembilu yang membiru
di hatimu
(malam terus berlarut-dalam keheningan-)
hujan terus mengalir di matamu,
dan aku hanya bisa terdiam,
Terinspirasi dari sebuah Novel "Ketika Malam Sendirian"
embun yang begitu halus,
ketika mataku menyentuk titik-titik matahari,
aku tak bisa membantah,
bahwa embun itu adalah sekumpulan keraguanku pagi ini,
Lalu,ketika apa yang kusentuh
menjadi bara api, yang bahkan lebih
panas dan membakar dari panasnya
tubuhku ketika marah,
aku sadar, bahwa,
sekarang aku harus menguliti diriku sendiri
hingga aku bisa melihat kenyaataan yang sebenranya terjadi,
senakin lama aku bergelut dalam kabut,
aku pun mengerti, bahwa
sebenarnya keangkuhan bukanlah jalan
menuju yang telah ditetapkan,
melainkan jalan lain, yang
seharusnya tak kupilih,
lama-lama aku tahu juga,
bahwa sembilu hari ini,
bukanlah cermin pagi besok,
melainkan harapan yang akan terwujud
jika saja aku mau dan mampu meredam
nafsu dan hasrat memiliki hari ini,
selamanya akan terus begitu,
dan aku tak akan tahu,
semuanya akan berakahir,.
ketika mataku menyentuk titik-titik matahari,
aku tak bisa membantah,
bahwa embun itu adalah sekumpulan keraguanku pagi ini,
Lalu,ketika apa yang kusentuh
menjadi bara api, yang bahkan lebih
panas dan membakar dari panasnya
tubuhku ketika marah,
aku sadar, bahwa,
sekarang aku harus menguliti diriku sendiri
hingga aku bisa melihat kenyaataan yang sebenranya terjadi,
senakin lama aku bergelut dalam kabut,
aku pun mengerti, bahwa
sebenarnya keangkuhan bukanlah jalan
menuju yang telah ditetapkan,
melainkan jalan lain, yang
seharusnya tak kupilih,
lama-lama aku tahu juga,
bahwa sembilu hari ini,
bukanlah cermin pagi besok,
melainkan harapan yang akan terwujud
jika saja aku mau dan mampu meredam
nafsu dan hasrat memiliki hari ini,
selamanya akan terus begitu,
dan aku tak akan tahu,
semuanya akan berakahir,.
Langganan:
Postingan (Atom)